Opini

Peran Medsos dalam Gerak Politik Nasional pada Pemilu atau Pemilihan 2024

Kadiv Sosdiklih Parmas dan SDM KPU Purworejo, Abdul Azis, S.Pd   Pemilu  menjadi  pilar  utama  di  negara  demokrasi.  Setiap  calon  yang  bertanding  di  arena  politik  ini membentuk strategi kampanye dan kekuatan politik yang matang untuk memenangkan pemilihan umum.  Strategi itu mencakup analisis peta politik, penentuan target pemilih, pembentukan tim kampanye, perumusan strategi kampanye, jejaring, pengorganisasian kampanye, dan pengawalan perolehan suara. Mekanisme kegiatan kampanye terus berubah seiring perkembangan zaman. Kampanye politik di media sosial menjadi tren kampanye di berbagai  dunia  yang  saat  ini  juga  diterapkan  di  Indonesia.  Sejauh mana media sosial bekerja sebagai salah satu kekuatan kampanye politik pada Pemilu atau Pemilihan Presiden 2024, bahwa media sosial menjadi kekuatan yang signifikan dalam kampanye politik menjelang Pemilu dan Pemilihan 2024 di Indonesia. Pemanfaatan media sosial sudah digunakan para kandidat dewan dan pasangan  calon  sebagai  alat  untuk  membangun  citra,  menyebarkan  pesan,  dan  berinteraksi dengan pemilih  dalam  memenangkan  dukungan.  Fenomena  buzzer  dan  hoax  terus  mewarnai  Pemilu  dan tantangan ini perlu dicecah dan ditindak dengan regulasi yang tegas terkait kampanye pemilu di media sosial yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga penyelenggara pemilu. Demokrasi perwakilan mengakibatkan terciptanya jarak antara rakyat dengan pemerintahan yang terbentuk  untuk  menjalankan  kedaulatan  tersebut.  Karena  itu,  diperlukan  instrumen  yang  dapat menyatukan rakyat dengan wakil-wakilnya di parlemen maupun dalam jabatan publik. Pemerintahan yang demokratis  memerlukan  institusi yang  dapat  mengekspresikan  keinginan yang  diwakilinya. Tanpa  itu, sistem demokrasi perwakilan berisiko menjadi penuh manipulasi dan pemaksaan oleh penguasa. Dengan demikian, setidaknya ada dua instrumen yang memiliki peran krusial dalam menjembatani hubungan antara pemerintah dan rakyat, yakni partai politik dan pemilihan umum. Sebagai  pesta  demokrasi  terbesar,  pemilihan  umum  memiliki  berbagai  kegiatan  selain pemungutan suara, bebagai kegiatan seperti penentuan partai pendukung untuk mencalonkan kandidat calon  presiden  dan  calon  wakil  presiden,  pengenalan  calon  penjabat,  pendaftaran,   kampanye,  dan sebagainya  dilakukan.  Selama  masa  ini,  ada  satu  aspek  mendasar  yang  mencakup  semua  aktivitas tersebut,  yaitu  pemasaran  politik.  Pemasaran  politik  menurut  Andrias  dan  Nurohman  (2013)  adalah serangkaian kegiatan yang terencana, strategis namun juga taktis, bekerja secara  jangka panjang dan jangka pendek untuk menyebarkan makna politik kepada pemilih. Tujuan dari pemasaran politik adalah menarik  minat  masyarakat  tidak  hanya  dalam  pemilihan  umum  namun  juga  membangun  citra  politik seorang kandidat atau partai politik tertentu. Pemasaran politik pada dasarnya melibatkan konsep untuk mendapatkan dukungan pemilih melalui analisis kekuatan, ancaman, dan peluang yang dimiliki oleh para kandidat. Kampanye politik melibatkan tindakan persuasi yang dilakukan dengan beragam kegiatan untuk mempengaruhi  khalayak  sasaran.  Dalam  konteks  ini,  pesan-pesan  yang  disampaikan  oleh  kandidat berusaha  membawa  tema  atau  topik  tertentu  untuk  ditawarkan  pada  masyarakat.   Tidak  hanya  itu, kampanye politik  menjadi sebuah  ajang bagi kandidat  untuk  menawarkan program kerja atau  visi misi mereka kepada masyarakat sebagai bagian penting dalam membangun daerah yang dipimpinnya. Tujuan dari kampanye politik  adalah menggalang dukungan masyarakat dan memenangkan kandidat  tersebut pada hari pemilihan.  Perkembangan dalam kampanye politik terus mengalami perubahan sesuai dengan zaman yang berlaku.  Seiring  berjalannya  waktu,  kampanye  telah  mengalami  transformasi  dalam  strategi,  teknik komunikasi, dan pemanfaatan media. Perkembangan teknologi telah menyediakan perangkat yang lebih mutakhir  untuk  mencapai  khalayak  yang  lebih  besar.  Sementara  itu,  masyarakat  menjadi  terhubung dengan dunia luar yang mampu meningkatkan dan  memperluas cakupan  dan  dampak dari  kampanye. Dalam beberapa dekade terakhir, percepatan internet dan media sosial telah membawa perubahan yang signifikan dalam kampanye politik. Kini, kandidat dan organisasi politik dapat memanfaatkan platform digital untuk menjangkau dan berinteraksi secara langsung dengan pemilih. Hal ini dapat menggambarkan bahwa media sosial membawa perubahan fundamental dalam pendakatan kampanye.  Di  era teknologi  komunikasi  yang menghasilkan  media  berbasis internet  seperti  media  sosial, tindakan  politik  tidak  dapat  mengabaikan  peran  media.  Begitu  juga  sebaliknya,  media  tidak  bisa menghindari keterlibatannya dalam proses komunikasi politik. Keduanya saling bergantung dan terkait satu sama lain. Berbagai peristiwa politik di berbagai negara, termasuk Indonesia, peran media sangat penting dan istimewa. Dalam proses interaksi dan komunikasi, internet menyediakan berbagai situs media sosial, seperti Instagram,  Twitter  yang kini  telah berubah nama  menjadi  X,  Facebook, WhatsApp,  Line,  TikTok,  dan lainnya.  Kehadiran media  sosial  tersebut  dapat  merubah  bentuk partisipasi  politik  baru yang  bersifat terbuka  dan  interaktif.  Peningkatan  partisipasi  politik  dapat  terjadi  jika  informasi  online  membantu masyarakat  dalam  mendapatkan  lebih  banyak  pengetahuan  politik  dan  mendorong  mereka  untuk berpartisipasi secara langsung. Hal tersebut nantinya akan berdampak positif pada proses demokrasi.    Pustaka : Siti Nisangi, Ratnia Solihah; Jurnal Ilmiah Muqoddimah Jurnal Ilmu Sosial Politik dan Hummaniora 8(1):181 DOI:10.31604/jim.v8i1.2024.181-189; Ardha,  B.  (2014).  Social  Media sebagai  media kampanye  partai  politik 2014  di Indonesia.  Jurnal Visi Komunikasi, 13(1), 105-120. Asshiddiqie, S.H,  P.  D. J. (2006).  PARTAI  POLITIK DAN PEMILIHAN  UMUM  SEBAGAI INSTRUMEN DEMOKRASI. Jurnal Konstitusi, 3(4). Fatimah, S. (2018). Kampanye sebagai Komunikasi Politik: Esensi dan Strategi dalam Pemilu. Revolusi, 1(1).

Membuktikan Arsip Sebagai Selimut KPU dalam Menghadapi Dinamika Kepemiluan

Oleh: Jarot Sarwosambodo, S.E., Ketua KPU Kabupaten Purworejo SETIAP Pelaksanaan tahapan pemilu dan pemilihan, selalu diiringi dengan proses administrasi yang rumit. Proses ini akan menghasilkan bermacam bukti yang kelak akan digunakan sebagai alat apabila muncul sengketa, laporan, atau gugatan soal kredibilitas pelaksanaan tahapan. Maka dari itu, tata kelola arsip menjadi wajib bagi KPU di semua tingkatan. Arsip didefinisikan sebagai rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintah, pemerintah daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Keputusan KPU 1258 Tahun 2024, 2024). Dalam definisi tersebut terdapat kata ‘rekaman’ yang merujuk pada aktivitas mendokumentasikan sebuah peristiwa. Kemudian kata ‘bentuk’ yang menegaskan bahwa arsip dapat berwujud aneka bentuk, tidak semata-mata berwujud cetak di kertas, tapi juga wujud lain sesuai perkembangan teknologi. Di sini arsip juga dapat berbentuk digital. Lalu kata ‘diterima’, di mana arsip tersebut secara yuridis diterima dan dipergunakan oleh berbagai entitas yang ada di Indonesia. Untuk dapat diterima dan digunakan, arsip harus dijaga keaslian dan kondisinya, sehingga dapat digunakan meskipun sudah tersimpan dalam waktu lama. Maka, untuk mewujudkan arsip yang sesuai dengan definisinya, diperlukan langkah dan kebijakan tata kelola oleh setiap satuan kerja penanggungjawabnya. Tata kelola arsip di satuan kerja KPU telah diatur Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Jadwal Retensi Arsip Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum Provinsi, dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota serta Keputusan KPU 1037 Tahun 2024 tentang Pengorganisasian Kearsipan di Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum Provinsi, dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota. Dalam keputusan tersebut, KPU mengatur manajemen pengelolaan arsip dengan memerintahkan satuan kerja untuk membentuk unit-unit pengelola kearsipan. Berdasarkan sifatnya, arsip yang dikelola adalah arsip bersifat dinamis yang digunakan langsung dan disimpan dalam jangka waktu tertenu. Arsip aktif dengan frekuensi penggunaan tinggi dan terus menerus, serta arsip inaktif yang merupakan kebalikannya. Kemudian berdasarkan jenisnya, KPU mengelola arsip fasilitatif yang bersumber dari kegiatan pendukung penyelenggaraan pemilu dan pemilihan. Kemudian arsip sustantif berasal dari kegiatan fungsional KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pemilu dan pemilihan. Untuk arsip substantif, KPU kabupaten/kota wajib menyimpan arsip yang tidak dapat dimusnahkan meliputi form Hasil Salinan Pemilu DPRD Kabuparen/Kota dan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota di tingkat tempat pemungutan suara (Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2023, 2023).  Seluruh ketentuan yang dibuat tersebut menjadi payung bagi KPU pada berbagai tingkatan untuk melaksanakan pengelolaan arsip. Dengan kata lain, pengelolaan arsip tidak bisa lagi dianggap sebagai hal yang sepele dalam menjalankan roda lembaga. Tentang bagaimana pentingnya arsip, saya ambil contoh di KPU Kabupaten Purworejo. KPU Kabupaten Purworejo memiliki pengalaman dengan adanya gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang dari calon anggota legislatif yang dibatalkan atau dicoret dari daftar calon tetap (DCT) pada pemilu 2019 dan 2024. Melihat perkara ini adalah gugatan tata usaha negara yang bersifat administratif, maka KPU Kabupaten Purworejo harus mampu membuktikan bahwa kebijakan yang ditempuh harus memenuhi asas-asas umum pemerintahan yang baik. Pembuktiannya tentu dengan menunjukkan dalam persidangan yakni arsip berupa dokumen proses klarifikasi, rapat-rapat, serta produk keputusan KPU. KPU harus bisa membuktikan bahwa produk keputusan itu dihasilkan dari proses administrasi yang runtut, konsisten, dan tentunya sesuai peraturan. Dalam perkara tersebut, hakim tata usaha negara menyatakan menolak gugatan pemohon dan menegaskan bahwa langkah yang dilakukan KPU Kabupaten Purworejo sudah benar sesuai asas umum pemerintahan yang baik. Atau adanya sengketa PHPU DPR RI di Mahkamah Konstitusi yang diajukan partai politik. Mereka menyoal dugaan penggelembungan suara dan proses penghitungan suara yang tidak sesuai ketentuan di sejumlah TPS. Lagi-lagi, KPU Kabupaten Purworejo menggunakan arsip berupa dokumen TPS yang dimiliki untuk membantah tuduhan tersebut dan berhasil dengan tidak dilanjutkannya perkara pada sidang pembuktian. KPU Kabupaten Purworejo pasti akan sangat kesulitan menjawab dalil penggugat apabila tidak mendokumentasikan peristiwa TPS dan menyimpannya dalam bentuk arsip. Peristiwa tersebut membuktikan pentingnya arsip yang dikelola KPU, khususnya tingkat kabupaten/kota. Sebab, KPU adalah lembaga yang rawan digugat, disoal, disengketakan, dan dilaporkan oleh para pihak yang tidak terima atas proses tahapan serta hasil pemilu atau pemilihan. Arsip menjadi ‘selimut’ bagi KPU ketika terjadi berbagai dinamika politik kepemiluan di wilayah tugasnya.   

Mewujudkan Prinsip No Mistake, Zero Accident Dalam Menatakelola Logistik Pemilu dan Pilkada

 oleh Jarot Sarwosambodo - Ketua KPU Kabupaten Purworejo Dalam Konteks demokrasi pilihan langsung, logistik merupakan kebutuhan utama Pemilu dan Pilkada. Logistik adalan sarana untuk mengadministrasikan ekspresi warga yang ditunjukkan dalam bentuk pilihan di dalam bilik suara. Logistik Pemilu pada Keputusan KPU Nomor 1395 Tahun 2023 tentang Pedoman Teknis Tata Kelola Logistik Pemilu didefinisikan sebagai perlengkapan pemungutan suara, dukungan perlengkapan lainnya, dan perlengkapan pemungutan suara lainnya yang digunakan di dalam pemungutan dan penghitungan suara, serta rekapitulasi penghitungan perolehan suara. Logistik Pilkada pun didefinisikan sama, hanya pemanfaatannya yang berbeda, yakni sarana untuk memilih kepala daerah. Definisi tersebut mengaskan bahwa logistik merupakan sarana yang harus ada pada saat pelaksanaan pemungutan suara, penghitungan suara, dan rekapitulasi perolehan suara. Pemungutan dan penghitungan dilakukan pada tingkat TPS, sedangkan rekapitulasi perolehan suara dilaksanakan berjenjang di kecamatan, kabupaten, provinsi, hingga tingkat nasional. Tanpa adanya logistik, pelaksanaan tahapan pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi suara tidak akan berjalan dengan baik. Artinya, suara rakyat tidak dapat dimanifestasikan dalam bentuk angka yang menentukan siapa berhak menjadi pemimpin atau wakil masyarakat. Dua Klaster Maka, logistik Pemilu dan Pilkada memang sudah seharusnya ditatakelola dengan baik sehingga pelaksanaan puncak tahapan pemungutan suara tidak terkendala. Beberapa potensi masalah terkait pemenuhan logistik terjadi pada Pemilu dan Pilkada dibagi dua klister yakni klaster proses perencanaan dan pengadaan serta klaster persiapan dan distribusi logistik. Klaster perencanaan dan pengadaan menyimpan potensi masalah antara lain karena faktor keterbatasan waktu. Proses perencanaan logistik untuk Pemilu dan Pilkada berbeda dengan pengadaan logistik pada umumnya. Spesifikasi logistik yang diadakan tidak hanya ditentukan oleh KPU melalui regulasi, melainkan dengan melibatkan pihak eksternal yakni peserta Pemilu dan Pilkada. Jenis logistik yang melibatkan pihak eksternal adalah pengadaan surat suara. Sebelum dicetak, KPU harus melakukan klarifikasi terhadap peserta Pemilu atau Pilkada. Meskipun proses tersebut diatus batas waktunya dengan Keputusan KPU, namun kekurangcermatan penyelenggara maupun peserta, dapat menghambat tahapan pengadaan logistik yang sudah direncanakan. Selanjutnya, terkait dengan proses pengadaan yang dilakukan penyedia jasa yang meskipun sudah diatur sedemikian rupa dengan regulasi, tetap memiliki risiko. Potensi risiko yang dapat mengganggu jalannya tahapan Pemilu dan Pilkada adalah apabila terjadi hambatan yang menyebabkan keterlambatan dalam penyelesaian pengadaan logistik. Misalnya, apabila ada kendala teknis dalam proses produksi di pabrik. Klaster kedua adalah terkait dengan tata kelola ketika logistik sudah selesai diproduksi oleh perusahaan pemenang tender. Produksi dilanjutkan dengan distribusi logistik dari pabrik ke gudang KPU di daerah dengan memanfaatkan penyedia jasa transportasi. Proses distribusi logistik dari pabrik juga menyimpan potensi masalah. Terutama apabila penyedia jasa transportasi tidak menyediakan kendaraan pengangkut yang sesuai dengan standar. Seperti kejadian kecelakaan truk pengangkut surat suara Pemilu DPRD Kabupaten Magelang di tanjakan Kecamatan Jambu Kabupaten Semarang, 12 Januari 2024. Kecelakaan tersebut diduga karena truk yang mengangkut 800 boks surat suara itu tidak kuat menanjak (Kompas.tv, 2024). Persoalan lain yang kerap muncul adalah ketersediaan gudang logistik di KPU daerah yang terkadang tidak sesuai dengan standar kebutuhan. Sejumlah KPU daerah, bahkan sekelas KPU DKI Jakarta pun kesulitan mencari gudang logistik untuk menampung seluruh logistik, sehingga mereka harus berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta guna dapat memanfaatkan aset gudang milik pemerintah (Detik.com, 2023). Lokasi bebas banjir, minim potensi kebakaran, serta kerawanan-kerawanan lainnya adalah standar minimal yang untuk gudang logistik Pemilu dan Pilkada. Namun, acapkali gudang yang memenuhi syarat itu tidak tersedia merata di seluruh daerah. Ada pun banyak yang kapasitasnya tidak mencukupi untuk  menampung seluruh logistik, sehingga benda penting itu terpaksa disimpan di beberapa lokasi gudang yang terpisah. Penatakelolaan logistik di gudang juga menjadi tantangan bagi penyelenggara Pemilu dan Pilkada. Logistik yang diterima dari penyedia diproses sesuai kebutuhan TPS, sebelum dimasukkan ke dalam kotak suara. Sebelum itu, tentunya kotak suara dirakit terlebih dahulu. Rawan terjadi kesalahan dalam proses tersebut. Misalnya, ketika kotak suara mengalami kerusakan pada saat proses perakitan. Padahal jumlahnya terbatas dan diberikan cadangan dangan jumlah banyak. Titik paling rawan dalam pemrosesan logistik adalah saat melakukan sortir, lipat, dan hitung surat suara. KPU dipastikan selalu menemukan surat suara yang tidak lolos sortir sehingga tidak dapat digunakan di TPS. Selain itu, sering muncul kekeliruan dalam menghitung surat suara yang dilipat. Apalagi pada saat Pilkada dengan surat suara lebih tipis dan tidak selebar Pemilu DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan DPD. Rentan terjadi kesalahan pada saat menghitung lembaran surat suara yang diikat dalam bundelan karet. Kekeliruan juga dapat terjadi pada saat mengdentifikasi dan menghitung formulir TPS. Terlebih, formulir C Hasil untuk Pemilu legislatif, yang memiliki 20 lembar dalam setiap setnya. Semua harus dicermati satu persatu, sehingga tidak ada halaman yang hilang atau tertukar. Namun, peristiwa tidak lengkapnya formulir C Hasil TPS terjadi pada saat Pemilu 2024 di Kabupaten Purworejo. Kekeliruan lain yang kerap terjadi adalah pada saat menyeting logistik ke dalam kotak suara. Proses tersebut dilakukan setelah seluruh logistik sudah selesai diproses dan dihitung sesuai kebutuhan TPS. Dalam proses ini, surat suara kembali dihitung sebelum dimasukkan ke dalam sampul kubus dan disegel. Namun, kerap prosesnya tidak dilakukan secara cermat sehingga muncul fenomena kekurangan atau kelebihan surat suara saat dihitung di TPS sebelum digunakan. KPU memang mengatur upah pelipatan dan sortir perlembar surat suara, namun belum menetapkan sendiri untuk komponen hitung surat suara. Menghitung surat suara menjadi bagian atau komponen dari proses sortir. Barangkali, pekerja yang disewa KPU beranggapan bahwa tugas mereka hanya menyortir dan melipat surat suara saja, sehingga untuk hitungan terkadang dikesampingkan. Struktur upah yang dihitung perlembar dan terbatasnya waktu mengakibatkan para pekerja berlomba-lomba memproses surat suara sebanyak-banyaknya. Adu cepat ini mengakibatkan proses sortir lipat berlangsung tidak dengan cermat. Surat suara rusak kerap ditemukan terbawa masuk ke dalam kotak suara.   Distribusi logistik dari gudang KPU ke TPS juga rawan bermasalah apabila tidak ditatakelola dengan baik. Distribusi logistik itu seharusnya dilakukan menggunakan kendaraan tertutup dan dikawal petugas keamanan. Namun, masih saja ada penyelenggara di tingkat kecamatan yang mengabaikan penggunaan kendaran tertutup. Seperti peristiwa kecelakaan akibat tercecernya kotak suara di jalan akibat jatuh dari truk pengangkutnya di Kecamatan Ngombol Purworejo (Detik.com, 2024). Regulasi dan Kebijakan Dalam mempersiapkan logistik untuk pelaksanaan Pemilu dan Pilkada, KPU menerbitkan sejumlah peraturan, keputusan, dan surat dinas. Antara lain PKPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024 dan PKPU 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024. Dua regulasi itu menjadi dasar dalam terbitnya ketentuan turunan terkait teknis pelaksanaan tahapan Pemilu dan Pilkada. Misalnya, KPU mengatur tentang tata cara pencalonan yang memuat jadwal tahapan tersebut dalam peraturan KPU maupun keputusan. Jadwal diatur untuk menyesuaikan agar pemenuhan dokumen syarat, termasuk foto peserta Pemilu, calon anggota legislatif, calon anggota DPD, pasangan calon presiden dan wakil presiden, serta pasangan calon kepala daerah, yang kelak akan dicetak dalam surat suara. Penetapan jadwal dilakukan dengan cermat agar tidak sampai melampaui tenggat waktu pengadaan sehingga produksi logistik dapat selesai tepat waktu. Ketepatan waktu menjadu kunci penting karena keterlambatan logistik di TPS dapat mengakibatkan terganggunya pemungutan suara. Ketentuan terkait pengelolaan logistik Pemilu dan Pilkada juga dibuat untuk memastikan penatakelolaannya dilakukan dengan baik dan benar oleh KPU kabupaten/kota. Peraturan itu terkait dengan jenis dan spesifikasi logistik pemungutan suara, tata cara pengadaan, pengelolaannya ketika sampai di gudang KPU, dan distribusinya ke TPS. Setelah ditetapkan regulasi, giliran KPU kabupaten/kota yang wajib menerapkannya dengan benar. Hal ini yang memerlukan konsistensi dari penyelenggara agar ketentuan tersebut dilaksanakan sebagaimana telah diatur. KPU kabupaten/kota perlu mengatur strategi agar penatakelolaan logistik dilaksanakan sesuai ketentuan. Strategi tersebut diterapkan dengan mengedepankan kearifan lokal daerah masing-masing. Stategi diterjemahkan dalam SOP dalam penatakelolaan logistik yang diterapkan secara ketat. Seperti dengan melibatkan orang-orang yang berpengalaman dalam sortir dan melipat surat suara, serta seting formulir. Lalu memastikan bahwa surat suara selalu dihitung dengan cermat pada saat sortir lipat dan sebelum dimasukkan ke dalam sampul kubus. Kemudian menggunakan truk pengangkut dengan bak tertutup, namun berkapasitas besar, yang dikenal dengan ‘truk lombok’ dalam distribusinya. Terkait dengan metode pengupahan, perlu disusun ketentuan yang memunculkan komponen biaya menghitung dengan nominal yang disesuai ketentuan perundangan. Dimunculkannya komponen biaya menghitung dalam upah pekerja sortir lipat akan memberikan gambaran bahwa setiap lembar surat suara yang dihitung, dihargai oleh KPU. Pekerja menyadari bahwa menghitung adalah bagian penting dalam pemrosesan surat suara. Namun berdasarkan pengalaman, jenis pemilihan, jumlah logistik, dan waktu pemrosesan logistik yang berbeda antara Pemilu serta Pilkada, berpengaruh pada hasil tata kelola dengan indikator ketepatan jenis dan jumlah logistik yang diterima di TPS. Penatakelolaan logistik untuk Pemilu 2024 lebih sulit karena ada lima jenis surat suara, dengan logistik pendukung yang berbeda untuk masing-masing jenis pemilu. Sedangkan dalam Pilkada 2024, hanya ada dua jenis surat suara yaitu pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, serta pasangan calon bupati dan wakil bupati. Faktanya untuk Kabupaten Purworejo, kekeliruan logistik lebih banyak ditemukan pada saat Pemilu 2024 dibandingkan ketika pelaksanaan Pilkada 2024. KPU Kabupaten Purworejo mendapat laporan terjadinya kekurangan logistik berupa formulir C Hasil TPS yang tidak lengkap halamannya. Laporan itu datang antara lain dari PPK Kecamatan Pituruh, PPK Banyuurip, dan PPK Purworejo. Sementara itu, dalam pelaksanaan Pilkada 2024, tidak ada laporan kekurangan formulir yang berpotensi menghambat proses penghitungan dan rekapitulasi suara di TPS, tidak terjadi. Laporan masih pada saat Pilkada hanya TPS yang mengalami kelebihan atau kekurangan surat suara. Kondisi serupa juga terjadi saat Pemilu 2024, namun jumlah surat suara tetap mencukupi sehingga tidak ada pemilih yang tidak terlayani. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penatakelolaan logistik untuk Pemilu dan Pilkada merupakan proses panjang yang tidak hanya dimulai pada saat logistik itu diproduksi. Namun, prosesnya dilaksanakan menyeluruh diawali dengan perencanaan tahapan dan jadwal, penatakelolaan teknis pencalonan, produksi, pengelolaan logistik di gudang, hingga distribusinya ke TPS. KPU, KPU provinsi/KIP Aceh, dan KPU kabupaten/kota atau KIP kabupaten/kota, adalah operator yang memiliki peran masing-masing sebagai perencana dan pembentuk aturan, melaksanakan pengadaan barang dan jasa, menatakelola, dan mendistribusikan logistik. Kebijakan terkait tahapan dan khususnya logistik perlu diperbarui dengan berlandaskan pada hasil kajian serta peristiwa khusus selama pelaksanaan Pemilu dan Pilkada.   Seluruh elemen, khususnya KPU di kabupaten/kota, wajib melaksanakan segala ketentuan dengan benar dan konsisten. Pengawasan maksimal juga harus dilaksanakan untuk memastikan setiap detail penatakelolaan logistik dilaksanakan dengan akurat dan akuntabel. Tentunya, semua itu harus dilaksanakan secara simultan dengan dukungan seluruh pemangku kepentingan, sehingga penatakelolaan logistik yang ‘no mistake’ dan ‘zero accident’ dapat diwujudkan dalam Pemilu dan Pilkada mendatang. Referensi Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024. Diakses pada 7 Juli 2025 pukul 14.00 WIB, dari https://peraturan.bpk.go.id/Download/210939/Peraturan%20KPU%20Nomor%203%20Tahun%202022.pdf Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024. Diakses pada 4 Juli 2025 pukul 15.00 WIB dari https://peraturan.bpk.go.id/Details/276946/peraturan-kpu-no-2-tahun-2024 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 8 Tahun 2-2024 tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota. Diakses pada 4 Juli 2024 pukul 16.00 WIB. Diakses dari https://jdih.kpu.go.id/data/data_pkpu/2024pkpu008.pdf Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1395 Tahun 2023 tentang Pedoman Teknis Tata Kelola Logistik Pemilihan Umum. Diakses pada 5 Juli 2025 pukul 16.00 WIB. Diakses dari https://jdih.kpu.go.id/keputusan-kpu/download/1134 Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1519 Tahun 2024 tentang Pedoman Teknis Tata Kelola Logistik Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. Diakses pada 7 Juli 2025 pukul 14.30 WIB. Dari https://jdih.kpu.go.id/keputusan-kpu/download/1376 Surat Dinas Sekretaris Jenderal Komisi Pemilihan Umum Nomor 3425/PL.02-SD/06/2024 tanggal 18 September 2024 tentang Persiapan Penyusunan Desain Surat Suara, Alat Bantu Tunanetra, dan Daftar Pasangan Calon Kompas TV Jateng, 2024. Truk Bermuatan Surat Suara Masuk Jurang di Kabupaten Semarang. Diakses pada 5 Juli 2025 pukul 16.30 WIB. Dari https://www.kompas.tv/regional/475476/truk-bermuatan-surat-suara-masuk-jurang-di-kabupaten-semarang Heksantoro, Rinto 2024. Pemotor Jatuh gegara Hindari Kotak Suara Tercecer di Jalan Daendels Purworejo. Diakses [ada 5 Juli 2025 pukul 17.00 WIB. Dari https://www.detik.com/jateng/berita/d-7656242/pemotor-jatuh-gegara-hindari-kotak-suara-tercecer-di-jalan-daendels-purworejo.      

Protes dan Masalah Hukum dalam Pemilu, Lazimkah?

Divisi Hukum dan Pengawasan, Dr. Imam Turmudi, S. Sy., M.S.I. Dalam sejarah politik di Indonesia, setiap pelaksanaan pemilu selalu saja muncul protes yang menyoal proses maupun perolehan hasil pemilu. Hal ini terjadi tidak hanya pada masa Orde Baru, namun juga terjadi pada pasca reformasi. Bahkan Sejarah mencatat, Pemilu 1995 yang dikenal sebagai pemilu paling bersih pun tidak sepi dari protes.  Adanya protes bisa disebabkan karena banyaknya pelanggaran terhadap peraturan pemilu  yang tidak diselesaikan secara tuntas, disisi lain juga muncul anggapan terhadap perlakuan yang tidak adil oleh penyelenggara pemilu, hal ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari adanya protes. Protes inilah yang kemudian berujung pada pengajuan sengketa oleh pihak pemohon atau penggugat baik berupa sengketa proses di PTUN maupun sengketa hasil pada Mahkamah Konstitusi. Adanya keberatan/masalah hukum dalam pemilu bukan berarti menunjukkan kelemahan penyelenggara pemilu, karena keberatan atau masalah hukum tersebut merupakan sesuatu yang lazim dalam pemilu mengingat pemilu pada hakikatnya adalah kompetisi. Meminjam istilah ketua KPU Hasyim Asy’ari periode 2022-2024 “Pemilu adalah arena konflik yang dianggap sah dan legal untuk meraih kekuasaan atau mempertahankan kekuasaan. Karena faktanya, terjadi kompetisi pada masing-masing peserta pemilu dan calon dalam merebutkan suara dikonversi menjadi kursi atau dihitung menjadi Pemilih”. Ini menunjukan bahwa, menggugat proses dan hasil pemilu tidak boleh dipandang sebagai cerminan lemahnya sistem pemilu/sistem hukum pemilu, tetapi justru bukti kekuatan, vitalitas dan keterbukaan sistem politik di Indonesia. Sebagai contoh, pada Pemilu 2024 Mahkamah Konstitusi mengabulkan 44 dari 297 gugatan sengketa Pileg 2024 dengan beragam putusan, mulai dari pemungutan suara ulang, penghitungan suara ulang, rekapitulasi suara ulang, atau penetapan hasil Pileg berdasarkan temuan Mahkamah Konstitusi. Jumlah ini membuat tingkat dikabulkannya sengketa Pileg pada 2024 sekitar 3 kali lebih banyak (14,81 persen) daripada 2019. Pada 2019, Mahkamah Konstitusi mengabulkan 12 (4,59 persen) dari 261 gugatan sengketa Pileg yang diregistrasi. Meningkatnya jumlah dan variasi gugatan atau permohonan penyelesaian sengketa/pelanggaran pemilu adalah salah satu bagian dari implikasi meningkatnya pemahaman publik tentang bagaimana proses atau mekanisme mengembalikan hak-hak kepemiluan yang telah dilanggar. Dalam usaha mewujudkan pemilu yang jujur dan adil serta dalam rangka menghindari terjadinya delegitimasi pemilu di masa depan, masalah-masalah penegakan hukum pemilu harus diselesaikan secara komprehensif. Keadilan pemilu merupakan instrument penting untuk menegakkan hukum dan menjamin penerapan prinsip demokrasi melalui pelaksanaan pemilu yang bebas, adil dan jujur. Desain dan implementasi sistem keadilan pemilu harus memperhatikan siklus pemilu mengingat hampir seluruh kegiatan dalam pemilu berpotensi menimbulkan sengketa dan pelanggaran. Ini bertujuan agar setiap tahapan pemilu dapat berjalan tanpa hambatan sehingga proses pemilu dapat berjalan dengan lancar, wallahu a’lam.

Keberlanjutan Data Pemilih Melalui PDPB

Ketua Divisi Perencanaan Data dan Informasi, Suwardiyo, S.Pd. Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024 sudah berlalu, namun di beberapa daerah masih ada yang mengalami pemilihan ulang atas Putusan MK. Bagi Provinsi, Kabupaten/Kota yang tidak ada pemilihan ulang dilanjutkan dengan melakukan kegiatan Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) secara periodik 3 (tiga) bulan sekali. Dalam hal ini, sebagai bahan untuk memutakhirkan data adalah DPT Pemilu dan/atau Pemilihan terakhir yang telah dilakukan sinkronisasi dengan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4) oleh Kemendagri dan KPU RI. Hasil dari sinkronisasi tersebut kemudian dikirimkan secara berjenjang oleh KPU RI melalui KPU Provinsi hingga KPU Kabupaten/Kota. Selanjutnya data tersebut akan kami tindaklanjuti dalam proses PDPB dan dilanjutkan dengan melakukan rekapitulasi yang ditetapkan dalam rapat pleno dengan mengundang pihak terkait antara lain Disdukcapil, Bawaslu, Polri, Kodim dan Kementerian Agama. Prinsip dalam penyelenggaraan kegiatan Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan adalah sebagai berikut : Komprehensif Lengkap dan luas yang meliputi semua WNI Inklusif Mengikutsertakan pihak terkait Akurat Benar dan dapat dipertanggungjawabkan Mutakhir Terakhir dan terbaru Terbuka Ditujukan bagi semua pemilih yang memenuhi syarat Responsive Membuka kesempatan dalam pemberian tanggapan terhadap masukan Partisipatif Membuka keterlibatan semua WNI Akuntabel Memberikan kejelasan fungsi dan pertanggungjawaban dari proses dan hasil Perlindungan data pribadi Melindungi hak sipil warga terkait privasi atas data pribadi Aksesibel Memberikan kemudahan dalam mengakses data hasil penyelenggaraan PDPB Dengan demikian diharapkan data pemilih untuk Pemilu dan Pemilihan yang akan datang akan semakin baik, update dan termutakhir.

Apa itu SIAKBA KPU

Ketua Divisi Parmas dan SDM KPU Purworejo – Abdul Azis, S.Pd   SIAKBA merupakan salah satu alat bantu yang digunakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu). Pemanfaatan SIAKBA untuk mempermudah proses rekrutmen anggota KPU dan Badan Adhoc. SIAKBA adalah singkatan dari Sistem Informasi Anggota KPU dan badan adhoc. Sebagaimana dalam ketentuan peraturan KPU, fungsi SIAKBA adalah untuk membantu KPU dalam proses rekrutmen anggota KPU dan pembentukan badan ad hoc dalam penyelenggaraan Pemilu. Dijelaskan bahwa, "Sistem Informasi Anggota KPU dan Badan Adhoc yang selanjutnya disebut SIAKBA adalah sistem elektronik dan teknologi informasi yang digunakan untuk proses seleksi dan dokumentasi data penyelenggara Pemilu dan Pemilihan". SIAKBA berupa website ( https://siakba.kpu.go.id/login ) dan aplikasi untuk memfasilitasi tahapan seleksi anggota KPU provinsi, kabupaten/kota dan badan adhoc (Panitia Pemilihan Kecamatan/PPK, Panitia Pemungutan Suara/PPS, Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara/KPPS, dan Pantarlih). Menurut Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 438 Tahun 2022 tentang Penetapan Aplikasi Sistem Informasi Anggota Komisi Pemilihan Umum dan Badan Adhoc sebagai Aplikasi Khusus Komisi Pemilihan Umum, penyelenggaraan seleksi penyelenggara Pilkada Serentak Tahun 2024 menggunakan aplikasi khusus yakni Sistem Informasi Anggota Komisi Pemilihan Umum dan Badan Adhoc dalam hal ini disebut dengan SIAKBA. Secara fungsi SIAKBA dapat dibedakan dalam tiga kategori yaitu: Fungsi Informasi, SIAKBA digunakan untuk memberikan publikasi informasi terhadap jadwal-jadwal tahapan pembentukan badan ad hoc; Fungsi Pendaftaran, SIAKBA digunakan untuk pendaftaran calon anggota KPU, calon anggota PPK dan PPS. Pada proses pendaftaran dilakukan verifikasi dokumen persyaratan, SIAKBA digunakan untuk mengecek keabsahan dokumen persyaratan administrasi yang disampaikan melalui sistem informasi; Fungsi monitoring, SIAKBA digunakan untuk memantau pelaksanaan tahapan pembentukan anggota KPU dan badan adhoc. Dokumen dan data dukung yang diungah pada akun SIAKBA digunakan untuk pengarsipan dan monitoring data digital calon anggota KPU, PPK, PPS, KPPS, dan Pantarlih. Kemudian untuk penggunaan SIAKBA tersebut dalam pembentukan badan ad hoc pemilu atau pemilihan untuk mendukung proses diantaranya: Informasi Jadwal Tahapan Pembentukan PPK dan PPS; Pendaftaran Calon Anggota PPK dan PPS; Verifikasi Dokumen Persyaratan Calon Anggota PPK dan PPS; Pengumuman Hasil Seleksi Tahapan Pembentukan PPK dan PPS; Monitoring Tahapan Pembentukan PPK dan PPS; Pengunggahan Data PPK, PPS, KPPS, dan Pantarlih; dan Rekapitulasi Data PPK, PPS, KPPS, dan Pantarlih. Akses SIAKBA dapat dilakukan oleh siapapun masyarakat kapan saja dan dimana saja asal tersedia jaringan internet. Pada proses rekrutmen atau seleksi melalui SIAKBA yang dilaksanakan bersifat terbuka. Bagi calon pengguna SIAKBA yakni calon anggota KPU atau calon anggota badan adhoc penyelenggara pemilu atau pemilihan dengan terlebih dahulu dengan mengakses website https://siakba.kpu.go.id/login dan kemudian melakukan pilihan pada fitur yang disediakan untuk melakukan unggah data dukung dan dokumen pendaftaran yang diperlukan. Langkah yang harus dijalankan meliputi : Membuat akun dalam SIAKBA; Melakukan aktivasi akun SIAKBA; Mengisi data diri dalam SIAKBA; Mengunduh dan menandatangani dokumen persyaratan pendaftaran, pernyataan, dan daftar riwayat hidup; Mengunggah dokumen persyaratan sebagai calon anggota badan ad hoc; Mengecek hasil tahapan seleksi badan ad hoc yang diikuti; dan Melaporkan kendala penggunaan SIAKBA kepada KPU kabupaten/kota. Setelah mengetahui apa saja yang harus di persiapkan dalam pengisian SIAKBA, maka ada beberapa yang harus di perhatikan dalam menggunakan akun SIAKBA tersebut yaitu dengan: : Kesesuaian data dukung yang diisikan oleh pengguna SIAKBA; Kesesuaian dokumen yang diunggah oleh pengguna SIAKBA; Ketepatan waktu pengisian data dukung dan dokumen yang diperlukan oleh pengguna SIAKBA; Pastikan dalam pengisian data sudah benar semua baru di submit.