
Membuktikan Arsip Sebagai Selimut KPU dalam Menghadapi Dinamika Kepemiluan
Oleh: Jarot Sarwosambodo, S.E., Ketua KPU Kabupaten Purworejo
SETIAP Pelaksanaan tahapan pemilu dan pemilihan, selalu diiringi dengan proses administrasi yang rumit. Proses ini akan menghasilkan bermacam bukti yang kelak akan digunakan sebagai alat apabila muncul sengketa, laporan, atau gugatan soal kredibilitas pelaksanaan tahapan. Maka dari itu, tata kelola arsip menjadi wajib bagi KPU di semua tingkatan.
Arsip didefinisikan sebagai rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintah, pemerintah daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Keputusan KPU 1258 Tahun 2024, 2024).
Dalam definisi tersebut terdapat kata ‘rekaman’ yang merujuk pada aktivitas mendokumentasikan sebuah peristiwa. Kemudian kata ‘bentuk’ yang menegaskan bahwa arsip dapat berwujud aneka bentuk, tidak semata-mata berwujud cetak di kertas, tapi juga wujud lain sesuai perkembangan teknologi. Di sini arsip juga dapat berbentuk digital.
Lalu kata ‘diterima’, di mana arsip tersebut secara yuridis diterima dan dipergunakan oleh berbagai entitas yang ada di Indonesia. Untuk dapat diterima dan digunakan, arsip harus dijaga keaslian dan kondisinya, sehingga dapat digunakan meskipun sudah tersimpan dalam waktu lama.
Maka, untuk mewujudkan arsip yang sesuai dengan definisinya, diperlukan langkah dan kebijakan tata kelola oleh setiap satuan kerja penanggungjawabnya. Tata kelola arsip di satuan kerja KPU telah diatur Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Jadwal Retensi Arsip Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum Provinsi, dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota serta Keputusan KPU 1037 Tahun 2024 tentang Pengorganisasian Kearsipan di Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum Provinsi, dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota.
Dalam keputusan tersebut, KPU mengatur manajemen pengelolaan arsip dengan memerintahkan satuan kerja untuk membentuk unit-unit pengelola kearsipan. Berdasarkan sifatnya, arsip yang dikelola adalah arsip bersifat dinamis yang digunakan langsung dan disimpan dalam jangka waktu tertenu. Arsip aktif dengan frekuensi penggunaan tinggi dan terus menerus, serta arsip inaktif yang merupakan kebalikannya.
Kemudian berdasarkan jenisnya, KPU mengelola arsip fasilitatif yang bersumber dari kegiatan pendukung penyelenggaraan pemilu dan pemilihan. Kemudian arsip sustantif berasal dari kegiatan fungsional KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pemilu dan pemilihan.
Untuk arsip substantif, KPU kabupaten/kota wajib menyimpan arsip yang tidak dapat dimusnahkan meliputi form Hasil Salinan Pemilu DPRD Kabuparen/Kota dan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota di tingkat tempat pemungutan suara (Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2023, 2023).
Seluruh ketentuan yang dibuat tersebut menjadi payung bagi KPU pada berbagai tingkatan untuk melaksanakan pengelolaan arsip. Dengan kata lain, pengelolaan arsip tidak bisa lagi dianggap sebagai hal yang sepele dalam menjalankan roda lembaga.
Tentang bagaimana pentingnya arsip, saya ambil contoh di KPU Kabupaten Purworejo. KPU Kabupaten Purworejo memiliki pengalaman dengan adanya gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang dari calon anggota legislatif yang dibatalkan atau dicoret dari daftar calon tetap (DCT) pada pemilu 2019 dan 2024. Melihat perkara ini adalah gugatan tata usaha negara yang bersifat administratif, maka KPU Kabupaten Purworejo harus mampu membuktikan bahwa kebijakan yang ditempuh harus memenuhi asas-asas umum pemerintahan yang baik. Pembuktiannya tentu dengan menunjukkan dalam persidangan yakni arsip berupa dokumen proses klarifikasi, rapat-rapat, serta produk keputusan KPU.
KPU harus bisa membuktikan bahwa produk keputusan itu dihasilkan dari proses administrasi yang runtut, konsisten, dan tentunya sesuai peraturan. Dalam perkara tersebut, hakim tata usaha negara menyatakan menolak gugatan pemohon dan menegaskan bahwa langkah yang dilakukan KPU Kabupaten Purworejo sudah benar sesuai asas umum pemerintahan yang baik.
Atau adanya sengketa PHPU DPR RI di Mahkamah Konstitusi yang diajukan partai politik. Mereka menyoal dugaan penggelembungan suara dan proses penghitungan suara yang tidak sesuai ketentuan di sejumlah TPS. Lagi-lagi, KPU Kabupaten Purworejo menggunakan arsip berupa dokumen TPS yang dimiliki untuk membantah tuduhan tersebut dan berhasil dengan tidak dilanjutkannya perkara pada sidang pembuktian. KPU Kabupaten Purworejo pasti akan sangat kesulitan menjawab dalil penggugat apabila tidak mendokumentasikan peristiwa TPS dan menyimpannya dalam bentuk arsip.
Peristiwa tersebut membuktikan pentingnya arsip yang dikelola KPU, khususnya tingkat kabupaten/kota. Sebab, KPU adalah lembaga yang rawan digugat, disoal, disengketakan, dan dilaporkan oleh para pihak yang tidak terima atas proses tahapan serta hasil pemilu atau pemilihan. Arsip menjadi ‘selimut’ bagi KPU ketika terjadi berbagai dinamika politik kepemiluan di wilayah tugasnya.