Opini

Identifikasi Surat Suara Tidak Sah

  IDENTIFIKASI SURAT SUARA TIDAK SAH Disenchanted Voters   Ketua Divisi Teknis Penyelenggara Pemilu Margareta Ega Rindu S, S.IP., M.Han.             Surat suara tidak sah menjadi salah satu isu yang sangat menarik dan ramai diperbincangkan di kalangan political scientist maupun praktisi kepemiluan dari sisi kajian system kepemiluan. Mengapa? Karena hal ini tidak terlepas pada faktor legitimasi demokrasi, di mana semakin tinggi legitimasi demokrasi maka semakin rendah jumlah suara tidak sahnya, begitu juga dengan pemilu dan tentu kandidat yang terpilih. Namun sebaliknya semakin rendah legitimasi demokrasi, pemilu dan termasuk kandidat yang terpilih, ini disebabkan karena semakin tingginya jumlah surat suara tidak sah. Oleh karena itu, isu surat suara sah dan tidak sah, tidak dapat dilepaskan dari tingkat legitimasi sebuah negara demokrasi. Institute for Democracy and Electoral Assistance memberikan penjelasan, terdapat 53 negara yang melaksanakan pemilu dengan prosentase suara tidak sah melampaui angka 5 % dan 24 negara dengan lebih dari 10 % suara tidak sah. Apabila prosentase suara tidak sah cukup signifikan, tentu hal ini dapat membahayakan legitimasi hasil Pemilu/Pilkada. Pada pelaksanaan Pemilu dan Pilkada terkhusus pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah Tahun 2024 yang lalu, berdasarkan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di tingkat Provinsi, dimana jumlah seluruh surat suara tidak sah sebesar 1.528.502 atau sebesar 7,35 % dari jumlah seluruh pengguna hak pilih sebesar 20.788.777 Atas hal tersebut di atas, Ketua KPU Provinsi Jawa Tengah memandang perlu untuk melakukan langkah strategis melalui surat dinas nomor : 275/PY.02.2-SD/33/2025 memerintahkan seluruh KPU Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah untuk melaksanakan Evaluasi Identifikasi Surat Suara Tidak Sah pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah Tahun 2024, dengan cara Melakukan identifikasi surat suara tidak sah Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah Tahun 2024 sesuai dengan data D-Hasil Kabupaten/Kota yang telah ditetapkan pada tahapan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di tingkat Kabupaten/Kota. Pelaksanaan identifikasi surat suara tidak sah itu sendiri dilakukan dengan cara KPU Kabupaten/Kota membentuk tim identifikator surat suara tidak sah yang memahami kategori surat suara tidak sah, setelah itu memisahkan surat suara sah dan surat suara tidak sah dari kotak suara per TPS yang telah dikosongkan untuk kemudian diidentifikasi sesuai dengan kelompok surat suara tidak sah, dan terakhir melakukan pencatatan dan rekapitulasi menggunakan formulir yang sudah tersedia. KPU Kabupaten Purworejo menyampaikan hasil identifikasi surat suara tidak sah sesuai dengan Surat Dinas KPU Prov. Jawa Tengah No. 275, dengan jumlah surat suara tidak sah sebanyak 32.950 (tiga puluh dua ribu sembilan ratus lima puluh) yang mana diantaranya sebanyak 16.575 (enam belas ribu lima ratus tujuh puluh lima) menjadi penyebab surat suara tidak sah karena tidak dicoblos, dan sisanya 19.375 (sembilan belas ribu tiga ratus tujuh puluh lima) surat suara tidak sah karena kesalahan dalam mencoblos.           Berdasarkan kegiatan identifikasi surat suara tidak sah terhadap varian-varian surat suara tidak sah pada lingkup Kabupaten Purworejo saat pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah Tahun 2024, dapat disimpulkan bahwa perilaku pemilih dengan sebutan tipologi “disenchanted voters”, adalah pemilih yang memiliki ketidak puasan dan kekecewaan yang kemudian disampaikan melalui bilik suara. Ini menjadi catatan kritis bagi proses penyelenggaraan demokrasi di Indonesia terkhusus di Provinsi Jawa Tengah. Dan harus segera mendapatkan evaluasi yang serius bagi semua pemangku kepentingan baik itu parlemen, pemerintah, penyelenggara pemilu, dan masyarakatnya secara luas.

Kekompakan Diuji Saat Ketua PPK Gugur di Medan Demokrasi

Pagi itu, Jumat, 17 Mei 2024, cuaca cerah seolah mendukung segala aktivitas. Bustanudin tiba di Sekretariat PPK Grabag tepat pukul 07.00 WIB untuk membuka dan memimpin pelaksanaan tes tertulis calon Panitia Pemungutan Suara (PPS) Pilkada 2024. Tes dijadwalkan mulai pukul 09.30 WIB, dan Bustanudin tak hanya memimpin, tetapi juga ikut membagikan soal serta mengawasi jalannya ujian.             Siang itu, pukul 12.27 WIB, tim monitoring dari KPU Kabupaten Purworejo tiba di Sekretariat PPK Grabag. Rombongan dipimpin oleh Suwardiyo, anggota KPU sekaligus Ketua Divisi Perencanaan Data dan Informasi, didampingi Kasubbag Rendatin Sri Hastuti serta operator Sidalih, Ari Kusuma Ratu. Mereka bersiap memantau jalannya sesi ketiga tes tertulis yang dijadwalkan mulai pukul 12.35 WIB.             Tak lama berselang, anggota PPK Grabag kembali ke kantor untuk melanjutkan sesi ketiga tes tertulis. Sebelum memulai, mereka sempat berbincang dengan tim monitoring KPU di depan ruang sekretariat. Di tengah obrolan ringan itu, Bustanudin yang sedang berdiri tiba-tiba berbicara dengan terbata-bata sebelum akhirnya kehilangan kesadaran. Refleks, Suwardiyo yang berdiri di depannya segera menangkap lengannya, mencegahnya terjatuh ke lantai.             Melihat kondisi tersebut, anggota PPK lain segera membawa Bustanudin ke mobil untuk dilarikan ke RS Palang Biru Kutoarjo. Perjalanan menuju rumah sakit memakan waktu sekitar 10 menit. Sesampainya di IGD, tim medis langsung memberikan pertolongan. Namun, takdir berkata lain. Dokter jaga menyatakan bahwa Bustanudin telah meninggal dunia pada pukul 12.50 WIB.             Kabar duka datang dari Kecamatan Grabag Ketua PPK setempat, Alm. Bustanudin, meninggal dunia saat menjalankan tugas. Di tengah situasi darurat ini, KPU Kabupaten Purworejo dengan sigap mengambil langkah melalui prinsip kolektif kolegial, memastikan koordinasi dan kebijakan tetap berjalan agar seluruh tahapan seleksi PPS dapat terselenggara tanpa hambatan.             Kekompakan dan koordinasi langsung diuji. Salah satu keputusan penting yang diambil adalah tetap melaksanakan tes tertulis calon PPS sesi 3 sesuai jadwal, yakni pukul 12.35 WIB, tanpa ada penundaan. Untuk memastikan kelancaran, Ketua KPU Kabupaten Purworejo menginstruksikan jajaran PPK Grabag untuk membagi tugas. Sebagian bertanggung jawab atas pengawasan jalannya tes, sementara yang lain mengurus proses pemakaman almarhum.             Selain itu, Ketua KPU Kabupaten Purworejo juga menegaskan bahwa pelaksanaan tes harus tetap berjalan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Tak hanya itu, PPK Grabag  diperintahkan menggelar rapat pleno guna menentukan ketua pengganti, serta memastikan semua dokumen terkait hak-hak almarhum sebagai penyelenggara Pilkada 2024 terpenuhi, termasuk proses pencairan santunan. Ketua KPU Purworejo Jarot Sarwosambodo memberikan ucapan duka dan sekaligus melepas jenazah menuju pemakaman.

Semakin Canggihnya Hoaks, Ketika Penyelenggara Pemilu Harus Melawan AI

Oleh: Jarot Sarwosambodo, S.E., Ketua KPU Kabupaten Purworejo   PUBLIK Indonesia sedang dihebohkan atas munculnya video menyesatkan yang menampilkan sosok mirip "Presiden Prabowo Subianto" yang tampil mengiming-imingi uang untuk bayar hutang, biaya sekolah, cicilan, modal usaha, renovasi rumah, sampai biaya sehari-hari. Dalam unggahan tersebut, "Presiden" meminta publik untuk menghubungi nomor WhatsApp tertentu dan menyetorkan sejumlah uang.(detik.com, 2025). Namun, tentunya unggahan tersebut bukanlah fakta sebenarnya. Seperti dilansir Detik.com, video yang tampak nyata itu adalah produk AI atau Artificial Inteligence, atau marak dikenal dengan deepfake. Contoh itu membuktikan bahwa teknologi digital saat ini sudah sangat maju. Tentunya, AI atau kecerdasan buatan diciptakan untuk membantu manusia untuk mengatasi berbagai permasalahannya. Misalnya, ChatGPT yang membantu mengatasi persoalan berbasis teks, seperti menulis naskah, menjawab pertanyaan, hingga menerjemahkan bahasa. Namun, teknologi termasuk kecerdasan buatan selalu memiliki dua akibat, menguntungkan dan merugikan. Merugikan ketika ada pihak yang mengaplikasikan deepfake atau teknologi yang memungkinkan untuk memproduksi rekayasa foto, video, dan audio atas sesuatu yang tidak pernah diperbuat. Tujuannya untuk menjatuhkan pihak lain, perseorangan atau lembaga. Produk yang dihasilkan bisa sangat mirip dengan aslinya. Hal semacam itu dapat meresahkan publik jika beredar secara masif menjelang dan saat Pemilu dan Pemilihan. Bayangkan ketika deepfake dari seseorang yang berpengaruh, isinya menjatuhkan pesaingnya. Lalu si pesaing dengan massa pendukung militan membalasnya dengan tindakan yang menjurus pada konflik horizontal. Bayangkan juga repotnya penyelenggara pemilu ketika AI digunakan untuk membuat hoaks terkait penyelenggaraannya. Hoaks sempurna yang beredar di tengah masyarakat Indonesia yang tingkat literasi digitalnya berdasarkan data INDEF hanya 62 %. Jumlah tersebut paling rendah jika dibandingkan negara di ASEAN lainnya yang rata-rata mencapai 70 %. (cnbcindonesia.com,2023). Namun, pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan 2024 tergolong minim sebaran hoaks. Fenomena hoaks yang cukup membuat heboh terjadi menjelang Pemilu 2024, yakni beredarnya video berisi informasi KPU susupkan 52 juta pemilih Pemilu 2024 dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS). Video juga menyertakan keterangan “52 juta dari DPT Pemilu 2024, 205.853.518=25,26%, Ketua KPU yang melanggar kode etik harusnya dipecat. Data pemilu sumber manipulasi untuk kecurangan”. (komdigi.go.id, 2024). Tujuan video itu tentunya adalah untuk mendiskreditkan penyelenggara Pemilu, serta mendelegitimasi pelaksanaan Pemilu 2024. Meskipun tujuan hoaks itu tidak berhasil dicapai karena Pemilu 2024 berlangsung dengan aman dan lancar, serta menghasilkan pemimpin sesuai pilihan rakyat.  Hoaks yang pernah 'memakan korban' di Kabupaten Purworejo pada Pemilu 2019 dengan diselenggarakannya pemungutan suara ulang (PSU) di TPS 02 Desa Seboropasar, Kecamatan Ngombol. Saat itu beredar hoaks dalam format sederhana berupa pesan WhatsApp yang menyebutkan pemilih dari luar daerah boleh mencoblos di TPS mana pun hanya dengan menunjukkan KTP-el. Situasi tersebut menjadi tantangan bagi penyelenggara pemilu, jajaran KPU dan Bawaslu. Tantangannya semakin berat lagi karena mereka harus melawan kecerdasan buatan yang disalahgunakan. Mengandalkan 'perang' di udara dengan memasifkan konten media sosial acapkali naif. Faktanya, konten-konten itu tidak terlalu menjadi perhatian publik. Misalnya, sebagian video di akun YouTube resmi KPU RI atau Bawaslu RI, hanya ditonton ratusan orang. Sejatinya, penyelenggara pemilu bukanlah konten kreator yang memiliki keahlian membaca algoritma demi memenangkan persaingan di dunia maya. Penyelenggara Pemilu dan Pemilihan harus tetap memanfaatkan cara-cara lama untuk memenangkan 'peperangan'. Cara manual dengan turun ke bawah dan membangun komunikasi yang baik, bersahabat, dan intensif dengan masyarakat, sekiranya akan menjadi strategi paling efektif. Jajaran penyelenggara Pemilu dan Pemilihan tingkatan terbawah harus siap jadi ujung tombak. Penyelenggara pemilu tidak hanya berkutat di persoalan teknis penyelenggaraan, namun turut memikul tanggung jawab mengedukasi masyarakat. Langkah itu tentunya harus dilaksanakan secara konsisten, tidak hanya pada masa tahapan Pemilu dan Pemilihan saja, namun juga di luar tahapan. Semakin sering dan intensifnya penetrasi informasi kepemiluan yang benar, diyakini menambah kecakapan publik dalam menyikapi beragam informasi menyesatkan. Di sini, perlu adanya sinergisitas penyelenggara dengan pemerintah untuk membuat program bersama demi meningkatkan literasi kepemiluan masyarakat. Hoaks sulit menggoyahkan pendirian publik yang teredukasi dengan baik. Biarlah hoaks 'menang' di udara, tapi di darat ia hanya angin lalu saja.